Selasa, 11 September 2007

The Man in the Mask




Pada 25 September, para video-gamer akan merayakan rilisnya Halo 3, video games box-office lanjutan Halo dan Halo 2 (Halo 2 sukses terjual $125 hanya dalam 24 jam setelah rilis). Halo pertama menampilkan Master Chief sebagai protagonis utama --bersama sidekick hologramnya, Cortana-- yang terdampar di sebuah planet berbentuk cincin dan harus melawan dua musuh sekaligus: alien dan, tahanan planet tersebut, Flood. Tidak seperti video game konvensional dengan pendekatan aksi nonstop, Halo memberikan sentuhan artistik melalui musik ilustrasi (bernuansa kadang Wagnerian, kadang Gregorian), pemandangan latar atmosferik (kadang bahkan romantis), dan ujaran-ujaran puitis (meninggalkan nuansa Jane Austen). Master Chief, dengan tidak pernahnya melepas power suit dan helmnya --terutama helmnya-- menguatkan impresi pengalaman orang-pertama bagi pemainnya. Bungie, rumah desain yang memproduksi Halo, terdiri dari sekelompok staf dari, berbagai latar belakang profesi, yang berdedikasi-terhadap-detil dan punya kedekatan pribadi dengan Halo (bisa jadi karena ketidakpuasan mereka di pekerjan lama mereka). Halo 3 merupakan fenomena baru lintas-media. Selain dirilisnya Halo 3 (untuk awal hanya tersedia di PlayStation 3), Halo sudah dikembangkan menjadi dua novel, sedang dalam produksi sebagai film layar lebar yang disutradarai Peter Jackson, dan, oleh sutradara yang sama, akan dikembangan satu spin-off.
Sumber: Time, 10 September 2007; The Man in the Mask; Lev Grossman

Tidak ada komentar: